Menguak Aksi Main Hakim Sendiri
Oleh
: Mohammad Iqbal Shukri
BEBERAPA waktu lalu, khalayak
ramai terbelalak oleh tragedi pembakaran seorang pria yang dituduh melakukan
pencurian di sebuah masjid di Bekasi. Kejadian tersebut viral di media sosial
dan mengundang banyak respon dari masayarakat. Tragedi semacam ini tentu tidak
bisa dipisahkan dari aspek hukum dan HAM, baik dilihat dari segi kasus maupaun
faktor yang melatarbelakanginya.
Kejadian main hakim
sendiri tentu tidak bisa dianggap wajar, karena adat ketimuran kita tidak
membenarkan hal tersebut. Tentu kita bertanya-tanya kenapa perilaku keji
membakar orang hidup-hidup bisa terjadi? Akankah karena ketidakpuasan
masyarakat terhadap penegakan hukum? Hal tersebut perlu ditelisik lebih jauh.
Jika ditinjau dari
perspektif agama, kekerasan yang berakhir dengan hilangnya nyawa seseorang
dibahas secara khusus dan tegas dalam surat An-Nisa’ ayat 93: “Dan barang
siapa yang membunuh seorang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah
neraka Jahannam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya
serta menyediakan azab yang besar baginya.”
Begitu keras ancaman
Allah terhadap seseorang yang membunuh sesama Muslim. Apalagi jika dikaitkan
dengan kejadian seorang pria di Bekasi yang notabene mempunyai seorang
isteri yang masih mengandung enam bulan, dan punya anak berumur empat tahun.
Tentu kejadian ini berimbas besar terhadap keluarganya karena kehilangan tulang
punggung keluarga. Sementara anak menjalani hidup tanpa kasih sayang seorang
ayah. Ini merupakan dampak yang bersifat jangka panjang.
Main hakim sendiri
terhadap pelaku kriminal tidak mencerminkan masyarakat yang demokratis.
Seolah-olah citra demokrasi yang ada dinegara ini nyaris tumbang hanya karena
sebuah konflik diselesaikan dengan cara kekerasan yang tidak berkemanusiaan.
Padahal untuk menyelesaikan sebuah konflik sudah diberi wadah yaitu berupa
lembaga yang mengurusi berbagai persoalan kriminalitas dan lainnya. Tetapi,
seolah-olah masyarakat tidak percaya lagi terhadap lembaga ini, bisa jadi
karena mungkin anggapan masyarakat bahwa hukum yang ditetapkan tidak sesuai
dengan perbuatan yang telah dilakukan. Atau keadilan yang ada dalam hukum
sangat minim. Ataukah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum di
Indonesia. Jika demikian, siapa yang salah dan bertanggung jawab atas kekurangtahuan
masyarakat akan hukum? Apakah pemerintah? Apakah masyarakat sendiri? Kita tidak
boleh menyalahkan salah satu, namun harus saling saling berkontribusi untuk
menegakkan hukum di Indosesia menjadi negara yang taat akan hukum.
Pada hakikatnya para
pelaku kriminal adalah orang yang butuh pembinaan bukan malah ditiadakan dengan
cara kekerasan. Penyelesaian konflik harus melibatkan berbagai pihak bukan dari
keputusan sebuah individu yang berujung kearah pelampiasan nafsu.
Yang dibutuhkan sebenarnya
bukan penyelesaian yang cepat namun peneyelasian yang tepat. Kunci dari
penyelesaian yang tepat ini adalah dengan kesabaran dari berbagai pihak dan
kesadaran akan adanya hukum di negara ini.
Sementara, melihat aspek
hukum tindakan menghilangkan nyawa orang lain adalah tindakan kriminal. Lebih
jauh mengenai kasus di atas ada dua faktor yang mungkin menyebabkan tindakan
main hakim sendiri.
Pertama, ketidakpercayaan
masyarakat terhadap hukum. Ini bisa saja karena masyarakat sudah jenuh dengan
adanya kasus kriminal pencurian yang terus saja berulang, meski banyak pelaku
sudah banyak yang dihukum tapi masih ada saja yang malakukan aksi tersebut.
Kedua, psikologis
masyarakat yang belakangan dihadapkan pada realitas sosial berupa beban hidup
yang semakin berat membuat emosi tidak terkontrol. Hal tersebut memicu
masyarakat menyalurkan emosi di tempat yang salah dan berujung menghilangkan
nyawa orang lain. Namun, apapun alasannya tindakan pengeroyokan dan pembakaran
tidak bisa dibenarkan.
Dari berbagai sisi di
atas, dapat diambil sebuah konklusi bahwa ada yang salah dalam masyarakat kita
dan harus dibenahi.Penegak hukum di Indonesia harus segera dijalankan dengan
tegas dan memberi efek jera, sehingga menutup ruang bagi masyarakat untuk
melakukan tindakan main hakim sendiri.
Sementara untuk
menyikapi psikologi masyarakat yang merasakan beban berat atas kesulitan hidup
perlu peran serat pemerintah, pemuka agama dan pihak lain. Pemerintah harus
mengupayakan untuk meringankan beban masyarakat terutama soal kebutuhan hidup.
Di samping itu, para
pemuka agama harus berperan memberi pengarahan dalam berbagai ceramahnya
tentang pentingnya menjaga moral dan bersikap sabar. Dengan jalan demikian,
diharapkan kejadian di atas menjadi yang terakhir dan kejadian serupa tidak terulang
lagi.
*Penulis adalah mahasiswa UIN
Walisongo Semarang yang aktif menulis dan mengamati berbagai fenomena sosial
kemasyaraktan
*Isi
mengenai konten opini sepenuhnya menji tanggung jawab penulis
0 Response to "Menguak Aksi Main Hakim Sendiri"
Posting Komentar