4.856 TPS di Jateng Masuk Kategori Rawan pada Pilkada 2017
SEKITARPANTURA.COM
- Tahapan pemungutan dan penghitungan suara Pilkada 2017 tanggal 15 Februari 2017 semakin dekat. Di
Jawa Tengah ada 7 kabupaten/kota yang melakukan Pilkada 2017, yakni Banjarnegara,
Salatiga, Batang, Jepara, Pati, Cilacap dan Brebes.
Dari 7 kabupaten/kota tersebut terdiri dari 117 kecamatan,
1.731 desa/kelurahan dan ada 13.834
jumlah TPS. Dan dari jumlah TPS tersebut,
4.856 di antaranya termasuk TPS rawan. Demikian disampaikan Koordinator Divisi
Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Jawa Tengah Teguh Purnomo.
Menurut Teguh, pada dasarnya pada saat tahapan pemungutan
dan penghitungan suara, semua TPS memiliki potensi kerawanan. Dalam pengawasan
tahapan pemungutan dan penghitungan suara, pemetaan TPS rawan ini menjadi cara
utama bagi pengawas pilkada untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan
kecurangan di TPS.
“Karena berangkat dari peta rawan TPS ini , pengawas pilkada
dapat menyusun atau menyiapkan rencana atau langkah-langkah taktis dan
strategis dalam upaya pencegahan terjadinya pelanggaran dan kecurangan di TPS.
Pengawas pilkada dapat melibatkan semua stakeholder pemilihan untuk terlibat dalam
upaya pencegahan tersebut,” ujarnya.
Identifikasi dan pemetaan TPS rawan dalam Pilkada 2017 di
Jawa Tengah mengacu pada 5 Awas atau fokus pengawasan pada tahapan pemungutan
dan penghitungan suara yang antara lain, pertama, akurasi data pemilih dan
penggunaan hak pilih, yaitu berkaitan dengan kondisi TPS yang memiliki
kerawanan karena disebabkan oleh kondisi data pemilih yang telah ditetapkan
tidak akurat dan berpotensi disalahgunakan, serta kondisi TPS yang karena
masalah-masalah tekhnis administratif memiliki potensi pemilih kehilangan hak
pilihnya atau tidak dapat menggunakan hak pilihnya.
Indikator-indikator dalam aspek ini antara lain DPT yang
ditetapkan masih bermasalah ( masih banyak atau terdapat warga Negara yang
tidak lagi memenuhi syarat namun terdaftar dalam daftar pemilih, maupun, warga
Negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih namun belum terdaftar dalam daftar
pemilih ).
“Potensi DPTb ( Pemilih yang datang pada hari pemungutan
suara ) lebih dari 2,5%. TPS di daerah
perbatasan yang rawan eksodus. TPS di Lapas, TPS yang akan digunakan untuk
tempat memilih pemilih dari rumah tahanan atau rumah sakit atau puskesmas rawat
inap. TPS di daerah yang tingkat mobilisasi atau perpindahan penduduknya
tinggi, misalnya kota pelajar atau daerah perkebunan atau daeerah industri atau
daerah pertambangan dan lain-lain,” imbuhnya.
Kemudian, TPS di daerah yang penduduknya banyak berdomisili
diluar daerah tersebut namun identitas
kependudukannya masih didaerah tersebut
( bekerja atau belajar ). TPS di mana pemilihnya banyak atau terdapat
yang pindah memilih atau TPS yang berpotensi menjadi tempat memilih pemilih
pindahan.
Selanjutnya, juga potensi penggunaan hak pilih orang lain.
TPS yang lokasinya sulit dijangkau oleh pemilih. TPS yang memiliki riwayat,
terdapat lebih dari satu pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali.
TPS yang tidak aksesibel terhadap penyandang disabilitas. Jumlah TPS rawan yang
masuk aspek ini sebanyak 1.166 TPS.
Kedua, ketersediaan logistik, adalah kondisi-kondisi TPS
yang memiliki potensi masalah dalam penyediaan atau pemenuhan perlengkapan
pemungutan suara dan dukungan perlengkapan lainnya, baik yang lebih ataupun
yang kurang, atau bahkan tidak tersedia sama sekali pada hari pemungutan dan
penghitungan suara sehingga berpotensi disalahgunakan dan mempengaruhi kwalitas
proses dan hasil pelaksanaan pemilihan.
Adapun indikatornya antara lain, TPS di daerah yang secara
geografis sulit dijangkau ( kepulauan, pegunungan, terpisah sungai atau laut).
Akses jalan dan transportasinya sulit. Faktor alam dan cuaca. Tidak ada
jaringan komunikasi dan listrik. Memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan
bahkan tidak tersedia logistic pada saat pemilihan. Memiliki riwayat kasus
tertukarnya surat suara. Memiliki riwayat masalah keamanan disitribusi logistik
ke TPS. Jumlah TPS rawan yang masuk aspek ini sebanyak 485 TPS.
Ketiga, pemberian uang atau materi lainnya ( money politics
). Adalah kondisi TPS yang ditengarai memiliki potensi terhadap terjadinya
aktifitas pemberian uang atau materi lainnya oleh pihak-pihak tertentu kepada
pemilih, sehingga mempengaruhi pemilih dalam mementukan pilihannya termasuk hadir
tidaknya pemilih ke TPS.
Indikator-indikator di antaranya adalah, daerah dengan taraf
hidup masyarakat rendah. Daerah dengan tingkat pendidikan masyarakat rendah.
Daerah dengan kultur pemilih yang pragmatis dan transaksional. TPS diwilayah
basis masa calon atau partai pendukung atau tim kampanye. Daerah di mana
terdapat pejabat daerah, tokoh masyarakat, pengusaha yang berafiliasi dengan
calon tertentu. Daerah di mana terdapat temuan-temuan kasus money politics pada
pemilu sebelumnya. Jumlah TPS rawan yang masuk aspek ini sebanyak 1.651 TPS
Keempat, keterlibatan penyelenggara Negara. Yakni, kondisi
TPS yang memiliki riwayat atau potensi adanya keterlibatan aparat penyelenggara
Negara dalam proses pemungutan dan penghitungan suara. Aparat penyelenggara ini
terlibat dalam upaya mempengaruhi pemilih atau penyelenggara, sehingga
berdampak pada integrritas proses dan hasil penghitungan suara.
Termasuk dalam aspek ini antara lain adalah adanya
keterlibatan tokok-tokoh tertentu yang melakukan intimidasi atau memobilisasi
untuk mempengaruhi pilihan pemilih, atau mempengaruhi netraliitas petugas atau
penyelenggara dalam menjalankan tugas pemungutan dan penghitungan suara.
Indikator-indikatornya antara lain keterlibatan aparat desa, keterlibatan ASN,
keterlibatan aparat keamanan, keterlibatan penyelenggara Pemilu, riwayat TPS
kasus mobilisasi atau intimidasi terhadap pemilih pada masa pelaksanaan Pemilu
sebelumnya, adanya calon incumbent. Jumlah TPS rawan yang masuk aspek ini
sebanyak 826 TPS.
Kelima, kepatuhan prosedur pemungutan dan penghitungan ( profesionalitas
penyelenggara ). Aspek ini berkaitan dengan kondisi TPS yang memiliki riwayat
pelaksana pemungutan dan penghitungan suara oleh KPPS tidak sesuai dengan
tatacara yang telah ditentukan.
Baca juga : Jika Kotak Kosong Menang pada Pilkada Pati, Ini yang Terjadi
Baca juga : Jika Kotak Kosong Menang pada Pilkada Pati, Ini yang Terjadi
KPPS, baik karena sengaja atau tidak sengaja tidak
melaksanakan prosedur pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan
sehingga mempengaruhi proses dan hasill pemilihan. Indikator-indikatornya
antara lain, adanya petugas KPPS yang menjabat lebih dari 2 periode berdasarkan
ketentuan KPU. Kapasitas petugas KPPS rendah, terjadinya kasus-kasus kecurangan
dan manipulasi suara oleh petugas KPPS pada Pemilu-Pemilu sebelumnya. Riwayat
TPS yang melakukan pemungutan dan atau penghitungan suara ulang.
Kemudian, riwayat petugas KPPS yang direkomendasikan
pelanggaran kode etik atau pidana. Adanya keberpihakan petugas KPPS pada calon
tertentu. KPPS yang tidak memberikan formulir model C6 KWK kepada pemilih. KPPS
yang memberikan formurir model C6 kepada orang yang tidak berhak. Temuan pada
Pemilu sebelumnya adanya KPPS yang tidak memberikan formulir model C1 KWK.
Kondisi TPS yang tidak sesuai prosedur. Jumlah TPS rawan yang masuk aspek ini
sebanyak 758 TPS.
“Hasil penyusunan peta TPS rawan ini nantinya bisa digunakan
sebagai pijakan untuk menyusunan langkah-langkah upaya pecegahan terhadap
pelanggaran dan kecurangan di TPS menjelang dan selama pelaksanaan tahapan pemungutan
dan penghitungan suara oleh para pemangku kepentingan, partisipasi aktif
masyarakat dalam pengawalansemua tahapan Pilkada 2017 tetap merupakan kunci
utama sukses Pilkada 2017”, tandas Teguh.
Rekapitulasi Peta TPS Rawan Kabupaten/Kota
Provinsi : Jawa Tengah
0 Response to "4.856 TPS di Jateng Masuk Kategori Rawan pada Pilkada 2017"
Posting Komentar