Mengenal Sejarah Tradisi Bulusan di Hadipolo Kudus

Salah satu kegiatan untuk memeriahkan tradisi Bulusan di Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus (sekitarpantura.com) 
Tujuh hari setelah Idul Fitri, di Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus terdapat sebuah tradisi yang hingga kini masih berjalan. Tradisi tersebut bernama Bulusan. Meski sudah berjalan dari tahun ke tahun, namun masyarakat masih banyak yang bertanya bagaimana sejarah tradisi Bulusan tersebut. Redaksi sekitarpantura.com mencoba merangkum sejarah asal-usul adanya tradisi tersebut.
Juru kunci situs Bulusan Sudasih menceritakan, sekitar tahun 1550 M ada seorang ulama dari Mataram bernama Kiai Dudho beserta dua muridnya bernama Umara dan Umari datang ke Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, untuk menyebarkan agama Islam.

“Mbah Dudho adalah seorang alim ulama penyebar agama Islam. Kiai Dudho sendiri merupakan sebuah julukan, karena  dalam menyiarkan agama Mbah Dudho tidak beserta istrinya, namun membawa dua orang murid.  Oleh sebagain warga ada juga yang menyebutnya Joko Samudro atau juga Raden Sayid Ahmad Khasan,” katanya.

Dalam perjalanannya menyebarkan agama Islam dia berniat untuk mendirikan sebuah pesantren. Maka ditemukanlah tempat yang tepat untuk membangun pesantren tersebut, yaitu di kaki Gunung Muria. 

Pada bulan Ramadan, tepatnya pada waktu malam Nuzulul Quran datang Sunan Muria untuk bersilaturrahmi dan membaca Alquran bersama Mbah Dhudo. Dalam perjalanannya, Sunan Muria mendengar orang bekerja di sawah pada malam hari sedang ndaut (mangambil bibit padi). 
Sunan Muria berhenti sejenak dan berkata, "Lho, malam Nuzulul Quran kok tidak baca Alquran, malah di sawah berendam air seperti bulus saja,".  

Akibat perkataan itu Umara dan Umari seketika menjadi bulus. Kemudian, datanglah Mbah Dudho untuk memintakan maaf atas kesalahan santrinya kepada Sunan Muria. Akan tetapi, ibarat nasi sudah menjadi bubur, tidak mungkin dapat kembali lagi. Akhirnya, Sunan Muria menancapkan tongkatnya ke tanah, keluar mata air atau sumber sehingga diberilah tempat itu nama Dukuh Sumber dan tongkatnya berubah menjadi pohon yang diberi nama pohon tamba ati. 

Sambil meninggalkan tempat itu Sunan Muria berkata, "Besok anak cucu kalian akan menghormatimu setiap satu minggu setelah hari raya bulan Syawal tepatnya waktu Bada Kupat. Sampai sekarang setiap bada kupat tempat tersebut ramai dikunjungi orang untuk berziarah dan juga melihat bulus. Tradisi ini sekarang masih ada dan terkenal dengan nama Bulusan

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mengenal Sejarah Tradisi Bulusan di Hadipolo Kudus "

Posting Komentar